Senin, Juni 18, 2018

HUKUM PERIKATAN



Nama Kelompok :
-          Agnes Tiomaria                      (20216310)
-          Aulia Rediani Putri                  (21216208)
-          Devita Trie Cahyani                (21216885)
-          Nur Aini Oktavia                    (28216116)
-          Surry Budi Al Usna                 (27216194)

2EB21

A.  PENGERTIAN HUKUM PERIKATAN
Hukum perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi(personal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Menurut Pitlo perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.

B.  DASAR HUKUM PERIKATAN
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah perjanjian dan undang-undang, dan sumber dari undang-undang dapat dibagi lagi menjadi undang-undang melulu dan undang-undang dan perbuatan manusia. Sumber undang-undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan yang melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut :
Ì Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
Ì Perikatan yang timbul dari undang-undang.
Ì Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwaarneming).
Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :
Î Perikatan ( Pasal 1233 KUH Perdata )
Ä Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Î Persetujuan ( Pasal 1313 KUH Perdata )
Ä Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.
Î Undang-undang ( Pasal 1352 KUH Perdata )
Ä Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

C.   HUBUNGAN PERIKATAN DAN PERJANJIAN
Mengenai perikatan, disebutkan dalam Pasal 1233 KUHPerdata bahwa perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya “Hukum Perjanjian”  membedakan pengertian antara perikatan dengan perjanjian. Subekti menyatakan bahwa hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di samping sumber-sumber lain. Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu.

« Menurut Subekti definisi suatu perikatan :
“adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.”
« Sedangkan definisi suatu perjanjian :
“adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.”

Secara singkat, perjanjian/persetujuan menimbulkan perikatan. Perikatan itu kemudian disebut sebagai kontrak apabila memberikan konsekuensi hukum yang terkait dengan kekayaan dan mengikat para pihak yang saling mengikatkan diri dalam perjanjian. Menurut Ricardo, sebelum memiliki konsekuensi hukum, suatu perjanjian tidak sama artinya dengan kontrak.

D.   HAPUSNYA PERIKATAN
Pasal 1381 secara tegas menyebutkan sepuluh cara hapusnya perikatan. Cara-cara tersebut adalah:
1.     Pembayaran.
2.    Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).
3.    Pembaharuan utang (novasi).
4.    Perjumpaan utang atau kompensasi.
5.    Percampuran utang (konfusio).
6.    Pembebasan utang.
7.    Musnahnya barang terutang.
8.    Batal/ pembatalan.
9.    Berlakunya suatu syarat batal.
10.  Dan lewatnya waktu (daluarsa).

1.   Pembayaran
Ä Pembayaran dalam arti sempit adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur, pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Sedangkan pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi juga dalam bentuk jasa seperti jasa dokter, tukang bedah, jasa tukang cukur atau guru privat.
2.   Konsignasi
Ä Konsignasi terjadi apabila seorang kreditur menolak pembayaran yang dilakukan oleh debitur, debitur dapat melakukan penawaran pembayaran tunai atas utangnya, dan jika kreditur masih menolak, debitur dapat menitipkan uang atau barangnya di pengadilan.
3.   Novasi
Ä Novasi adalah sebuah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan di tempat yang asli. Ada tiga macam jalan untuk melaksanakan suatu novasi atau pembaharuan utang yakni:
v  novasi objektif
Apabila seorang yang berutang membuat suatu perikatan utang baru guna orang yang mengutangkannya, yang menggantikan utang yang lama yang dihapuskan karenanya.
v  novasi subjektif pasif
Apabila seorang berutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berutang lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya.
v  novasi subjektif aktif
Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, terhadap siapa si berutang dibebaskan dari perikatannya.
4.   Kompensasi
Ä kompensasi adalah penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur.
5.   Konfusio
Ä Konfusio adalah percampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu. Misalnya si debitur dalam suatu testamen ditunjuk sebagai waris tunggal oleh krediturnya, atau sidebitur kawin dengan krediturnya dalam suatu persatuan harta kawin.

Referensi :

HUKUM PERDATA



Nama Kelompok :
-          Agnes Tiomaria          (20216310)
-          Aulia Rediani Putri   (21216208)
-          Devita Trie Cahyani  (21216885)
-          Nur Aini Oktavia       (28216116)
-          Surry Budi Al Usna   (27216194)

2EB21


Dalam tradisi hukum di daratan Eropa (civil law) dikenal pembagian hukum menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat atau hukum perdata.
Dalam sistem Anglo Sakson (common law) tidak dikenal pembagian semacam ini. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat.
1.    HUKUM PERDATA INDONESIA

Hukum perdata di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt), yang didalam bahasa aslinya disebut dengan Burgenjik Wetboek. Burgenjik Wetboek ini berlaku di Hindia Belanda dulu.
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia meliputi hukum perdata barat dan hukum perdata nasional. Hukum perdata nasional adalah hukum perdata yang diciptakan oleh pemerintah Indonesia yang sah dan berdaulat.
Adapun kriteria hukum perdata yang dikatakan nasional yaitu :
a.     Berasal dari hukum perdata Indonesia
b.    Berdasarkan sistem nilai budaya
c.    Produk hukum pembentukan Undang-undang Indonesia
d.    Berlaku untuk semua warga negara Indonesia
e.     Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia

2.    SEJARAH HUKUM PERDATA
A.  Hukum Perdata Belanda
Hukum perdata Belanda berasal dari hukum perdata Prancis yang berinduk pada Code Civil Prancis pada zaman pemerintahan Napoleon Bonaparte. Perancis pernah menjajah Belanda dan Code Civil diberlakukan pula di Belanda. Kemudian setelah Belanda merdeka dari kekuasaan Prancis, Belanda menginginkan pembentukan kitab undang-undang hukum perdata sendiri  yang lepas dari pengaruh kekuasaan Perancis.
Keinginan Belanda tersebut direalisasikan dengan pembentukan kodifikasi hukum perdata Belanda. Pembuatan kodifikasi tersebut selesai pada tanggal 5 Juli 1830 dan direncanakan akan diberlakukan pada tanggal 1 Februari 1831. Tetapi, pada bulan Agustus 1830 terjadi pemberontakan di daerah bagian selatan kerajaan Belanda yang memisahkan diri dari kerajaan Belanda yang sekarang disebut Belgia. Karena pemisahan Belgia ini berlakunya kodifikasi ditangguhkan dan baru terlaksana pada tanggal 1 Oktober 1938.
Meskipun hukum perdata Belanda itu adalah kodifikasi bentukan nasional Belanda, isi dan bentuknya sebagian besar serupa dengan Code Civil Prancis. Menurut Prof. Mr. J. Van Kan, B. W. adalah sutradara dari Code Civil hasil jiplakan yang disalin dari bahasa Prancis ke dalam bahasa nasional Belanda.

B.   Hukum Perdata Indonesia
Karena Belanda pernah menjajah Indonesia, maka hukum perdata Belanda ini diusahakan supaya dapat diberlakukan pula di Hindia Belanda pada waktu itu. Caranya ialah dibentuk hukum perdata Hindia Belanda yang susunan dan isinya serupa dengan hukum perdata Belanda. Dengan kata lain, hukum perdata Belanda diberlakukan juga di Hindia Belanda berdasarkan asas konkordansi (persamaan) hukum perdata Hindia Belanda ini disahkan oleh Raja pada tanggal 16 Mei 1846 yang diundangkan dalam staatsbald 1847-23 dan dinyatakan berlaku pada tanggal 1 Mei 1848. Setelah Indonesia merdeka, berdasarkan aturan peralihan UUD 1945 maka hukum perdata Hindia Belanda dinyatakan berlaku sebelum digantian oleh undang-undang baru berdasarkan undang-undang dasar ini. Hukum perdata Hindia Belanda ini disebut kitab undang-undang hukum perdata Indonesia sebagai induk hukum perdata Indonesia.

3.    PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA INDONESIA
A.   Pengertian hukum perdata
hukum perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan didalam masyarakat. Perkataan hukum perdata dalam artian yang luas meliputi hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana.

B.    Keadaan Hukum Perdata diindonesia
Keadaan Hukum Perdata di Indonesia ini masih bersifat majemuk (masih beraneka warna atau ragam). Penyebab keanekaragaman ini ada 2 faktor yaitu :
1.                    Faktor Ethnis  yang disebabkan karena adanya keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia (karena negara Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa)
2.                   Faktor Hostia Yuridis dapat kita lihat pada pasal 163 I.S. dan pasal 131 I.S.
Pada pasal 163 I.S. membagi penduduk menjadi 3 golongan yaitu :
Π Golongan Eropa dan yang dipersamakan
Π Golongan Bumi Putera (pribumi) dan yang dipersamakan
Π Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
Sedangkan pada pasal 131 I.S. mengatur hukum-hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yang tersebut dalam 163 I.S. diatas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
o    Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan
Ä berlaku Hukum Perdata dan Hukum Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di Belanda berdasarkan Azas Konkordansi
o    Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan
Ä berlaku Hukum Adat mereka yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di rakyat. Dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
o    Bagi golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab)
Ä berlaku hukum masing-masing dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat, baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu.

Beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu tentang :
v  Perjanjian kerja perburuhan (Staatsblat 1879 no 256)
v  Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (Straatsblad 1907 no 306)
v  Beberapa pasal dari WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut (Straatblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
      Ordonansi Perkawinan Bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74)
      Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) (Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no 717)                                        
Ada pula peraturan-peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
a.     Undang-Undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
b.    Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
c.    Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
d.    Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 n0 98)

4.    SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika hukum perdata dalam Burgenjik Wetboek (BW) dan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt)  terdiri dari empat buku sebagai berikut :
1.     Buku I berjudul “Perihal Orang” ‘van persoonen’
Ämemuat hukum perorangan dan hukum kekeluargaan
2.     Buku II berjudul “Perihal Benda” ‘van zaken’
Ämemuat hukum benda dan hukum waris
3.     Buku III  berjudul “Perihal Perikatan” ‘van verbinennisen’
Ämemuat hukum harta kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
4.     Buku IV berjudul Perihal Pembuktian Dan Kadaluwarsa” ‘van bewjis en verjaring’,
Ämemuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukumSistematika hukum perdata menurut ilmu pengetahuan

* Menurut ilmu pengetahuan, hukum perdata sekarang ini lazim dibagi dalam empat bagian, yaitu :
a.     Hukum tentang orang atau hukum perorangan (persoonrecht)
Ä mengatur tentang orang sebagai subjek hukum dan orang dalam kecakapannya untuk memiliki hak-hak dan bertindak sendiri untuk melaksanakan hak-haknya itu.
b.    Hukum kekeluargaan atau hukum keluarga (familierecht)
Ä memuat tentang perkawinan, perceraian beserta hubungan hukum yang timbul didalamnya seperti hukum harta kekayaan suami dan istri. Kemudian mengenai hubungan hukum antara orangtua dan anak-anaknya atau kekuasaan orang tua (ouderlijik macht), perwalian (yongdij), dan pengampunan (curatele).
c.    Hukum kekayaan atau hukum harta kekayaan (vernogenscrecht)
Ä mengatur tentang hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hukum harta ini meliputi hak mutlak ialah hak-hak yang berlaku terhadap setiap orang dan hak perorangan adalah hak-hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau suatu pihak tertentu saja.
d.    Hukum waris (etfrecht)
Ä mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal dunia (mengatur akibat-akibat) hukum dari hubungan keluarga terhadap harta warisan yang ditinggalkan seseorang.

5.     PRODUK HUKUM NASIONAL INDONESIA
Produk hukum di Indonesia sangat banyak, dan dari tahun ke tahun Tata urutanyapun berbeda ada yang berdasarkan TAP MPR No.XX/MPRS/1966, ada yang berdasar TAP MPR No.III/MPR/2000, tentang Sumber Hukum dan tata urutan perundangan. Terakhir berdasar UU No. 10 tahun 2004, tgl 22 Juni 2004.
Yang di bahas dalam makalah ini adalah tata urutan perundangan menurut UU No. 10 tahun 2004, tgl 22 Juni 2004, yaitu:
1.    Undang-Undang Dasar 1945
UUD 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
Naskah resmi UUD 1945 adalah:
Π Naskah UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan diberlakukan kembali dengan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Π Naskah Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat UUD 1945 (masing-masing hasil Sidang Umum MPR Tahun 1999, 2000, 2001, 2002).
Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Satu Naskah dinyatakan dalam Risalah Rapat Paripurna ke-5 Sidang Tahunan MPR Tahun 2002 sebagai Naskah Perbantuan dan Kompilasi Tanpa Ada Opini.
2.    Undang-undang
Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
Materi muatan Undang-Undang adalah:
§  Mengatur lebih lanjut ketentuan UUD 1945 yang meliputi:
Ä hak-hak asasi manusia, hak dan kewajiban warga negara, pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara, wilayah dan pembagian daerah, kewarganegaraan dan kependudukan, serta keuangan negara.
§  Diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang.
3.    Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Materi muatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sama dengan materi muatan Undang-Undang.
4.     Peraturan Pemerintah
Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
5.    Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh Presiden. Materi muatan Peraturan Presiden adalah materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.

6.    Peraturan Daerah
Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah (gubernur atau bupati/walikota).
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Referensi :

MANFAAT MEMPELAJARI MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA

A.     Pengertian Manajemen Sumber daya Manusia Gary Dessler (2000) menjelaskan bahwa MSDM adalah kebijakan dan praktik yang dibutuhkan ...