Nama Kelompok :
-
Agnes Tiomaria (20216310)
-
Aulia Rediani Putri (21216208)
-
Devita Trie Cahyani (21216885)
-
Nur Aini Oktavia (28216116)
-
Surry Budi Al Usna (27216194)
2EB21
1.
SUBYEK HUKUM
1.1
Pengertian Subyek Hukum
subyek hukum (rechts
subyek) menurut Algra adalah setiap orang mempunyai hak dan kewajiban, yang
menimbulkan wewenang hukum (rechtsbevoegheid), sedengkan pengertian wewenag
hukum itu sendiri adalah kewenangan untuk menjadi subyek dari hak-hak.
Subjek hukum ialah suatu pihak yang
berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu
tertentu.
2.
SUBYEK HUKUM MANUSIA
Subyek Hukum dalam
Hukum perdata Terdiri dari :
a.
Manusia ( Natuurlijke
Persoon)
Keberadaan manusia
sebagai subyek hukum dimulai saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia
meninggal. Sedangkan jika ia belum dilahirkan , ia belum tergolong sebagai
subyek hukum. Bahkan lahirnya hak perdata tersebut dapat berlaku surut, yakni
sejak anak masih berada dalam kandungan namun ini berlaku apabila kepentingan
anak menuntut demikian. ( Pasal 2 Burgerlijk Wetboek) . pelaksaan pasal ini
harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu :
-
Anak itu telah lahir
-
Lahir dalam keadaan hidup
-
Kepentingannya itu membawa serta tuntutan akan
hak-haknya.
Adapun
manusia yang patut menjadi Subjek Hukum adalah Orang yang cakap hukum. Orang
yang tidak cakap hukum tidak merupakan Subjek Hukum. Orang yang cakap hukum
adalah orang yang mampu mempertanggung jawabkan perbuatannya dimuka hukum.
Namun,
ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang
"tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum
mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Perlu diketahui ada 3 kriteria orang yang
tidak cakap hukum, yaitu:
§ Orang yang masih dibawah umur (belum
berusia 21 tahun dan belum menikah),
§ Orang yang tidak sehat pikirannya/dibawah
pengampuan (Curatele),
§ Perempuan dalam pernikahan (sekarang tidak
berlaku, berdasarkan SEMA No.3 tahun 1963)
v Syarat-syarat cakap hukum :
1. Seseorang yang sudah dewasa berumur 21
tahun (Undang Perkawinan No.1/1974 dan KUHPerdata)
2. Seseorang yang berusia dibawah 21 tahun
tetapi pernah menikah
3. Sesorang yang sedang tidak menjalani hukum
4. Berjiwa sehat dan berakal sehat
v Syarat-syarat tidak cakap hukum :
1. Seseorang yang belum dewasa
2. Sakit ingatan
3. Kurang cerdas
4. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan
5. Seseorang wanita yang bersuami (Pasal 1330
KUH Perdata)
3.
SUBYEK HUKUM BADAN
HUKUM
Selain manusia alami,
badan hukum juga dipandang sebagai subyek hukum.
3.1 Pengertian Badan
Hukum ( Recht Persoon)
Menurut
Prof.Wirjono Prodjodikoro, Badan Hukum adalah suatu badan yang di samping
manusia perorangan juga dianggap dapat bertindak dalam hukum dan yang mempunyai
hak-hak, kewajiban-kewajiban dan perhubungan hukum terhadap orang lain atau
badan lain.
3.2 Macam Badan Hukum
Dalam hukum dikenal
adanya dua macam badan hukum, yaitu:
1.
Badan
hukum publik
yaitu
badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum publik dan bergerak di bidang
publik/yang menyangkut kepentingan umum. Badan hukum ini merupakan badan negara yang dibentuk oleh yang berkuasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang dijalankan oleh pemerintah atau
badan yang ditugasi untuk itu. Contoh:
Ø Negara
Indonesia, dasarnya adalah Pancasila dan UUD 1945
Ø Daerah
Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota, dasarnya adalah Pasal 18, 18 A, dan 18 B
UUD 1945 dan kemudian dielaborasi dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda ini telah dirubah sebanyak dua kali)
Ø Badan
Usaha Milik Negara yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003
Ø Pertamina,
didirikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971
2.
Badan
Hukum Privat
yaitu
badan hukum yang didirkan berdasarkan hukum perdata dan beregrak di bidang
privat/yang menyangkut kepentingan orang perorang. Badan hukum ini merupakan
badan swasta yang didirikan oleh sejumlah orang untuk tujuan tertentu, seperti
mencari laba, sosial/kemasyarakatan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi,
dan lain sebagainya. Contoh:
Ø Perseroan
terbatas (PT), pendiriannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas
Ø Koperasi,
pendiriannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi
Ø Partai
Politik, pendiriannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perpol jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2008.
2.3 Teori Badan
Hukum
Terdapat beberapa teori
yang mengemukakan alasan mengapa badan hukum merupakan subyek hukum, yaitu:
a. Teori Fiksi (Fictie Theorie)
Menurut Von Safigny,
meskipun syarat-syarat dalam peraturan hukum yang melekat pada manusia tidak
ada pada badan hukum, namun badan hukum boleh dianggap seolah-olah manusia.
Dalam pandangan penganut teori fiksi, badan hukum disamakan dengan manusia
hanya sebagai perumpamaan (fiksi) saja. Sehingga perbuatan hukum yang dalam
pelaksanaannya memerlukan jiwa manusia, seperti ketakutan dalam suatu paksaan
tidak berlaku bagi badan hukum.
Kelemahan dari teori
fiksi adalah teori ini tidak mampu menjawab permasalahan mengenai siapa yang
akan digugat apabila seseorang mengalami kerugian akibat dari tindakan badan
hukum atau siapa yang akan menggugat apabila perbuatan seseorang merugikan
badan hukum.
b. Teori Organ (Orgaan
Theorie)
Otto von Gierke
mengemukakan bahwa badan hukum adalah sesuatu yang sungguh-sungguh ada di
dalam pergaulan hukum yang mewujudkan dengan perantaraan alat-alat (organ-organ)
yang ada padanya (pengurus). Menurut teori ini, peraturan-peraturan hukum yang
tidak berlaku dalam pandangan teori fiksi tetap berlaku karena badan hukum
memiliki organ yang dipandang sebagai jiwa dari badan hukum tersebut.
c. Teori Kekayaan Tujuan
A Brinz berpendapat bahwa
badan hukum bukanlah kekayaan dari seseorang, melainkan kekayaan itu terikat
pada tujuannya. Setiap hak tidak ditentukan oleh suatu subyek, tetapi
ditentukan oleh suatu tujuan. Kelemahan teori ini adalah teori kekayaan hanya
sesuai untuk badan hukum berbentuk yayasan.
d. Teori Milik Kolektif
Menurut Planiol dan
Molengraaf, hak dan kewajiban badan hukum pada dasarnya juga menjadi hak dan
kewajiban anggota secara bersama-sama. Sehingga badan hukum hanyalah konstitusi
yuridis yang pada hakekatnya adalah abstrak.
2.4 Syarat Badan
Hukum
Ada beberapa
syarat agar suatu badan dikategorikan sebagai badan hukum. Menurut berbagai
pendapat ahli hukum dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Adanya harta kekayaan yang terpisah
2. Mempunyai
tujuan yang tidak bertentangan dengan undang-undang
3. Adanya
organisasi dan kepengurusan yang teratur
4. Mempunyai Hak dan Kewajiban
5. Dapat
digugat atau menggugat di depan pengadilan
4.
OBYEK HUKUM
4.1 Pengertian Objek
hukum
Adalah segala
sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subyek
hukum(manusia dan badan hukum) berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang
bersangkutan. Jadi, objek hukum haruslah
sesuatu yang pemanfaatannya diatur berdasaran jual-beli, sewa-menyewa, waris-mewarisi,
perjanjian dan sebagainya.
4.2
Jenis Obyek Hukum
Obyek hukum disebut benda (zaak). Menurut hukum
perdata, benda adalah segala barang dan hak yang dapat dimiliki orang (Pasal
499 KUH Perdata).
Menurut Pasal 503 KUH Perdata, benda dapat dibagi menjadi :
1. Benda yang berwujud (lichamelijke zaken)
yaitu segala sesuatu yang dapat diraba oleh panca indra seperti: rumah, gedung,
tanah dan lain-lain.
2. Benda yang tidak berwujud (onlichamelijke
zaken) yaitu segala macam hak seperti: saham-saham atas kapal laut, hipotek,
hak merek, hak cipta dan lain-lain.
Selanjutnya menurut Pasal 504 KUH Perdata
benda juga dapat dibagi atas :
1. Benda Bergerak
2. Benda Tidak Bergerak
Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508
KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518
KUHPer.
5.
OBYEK HUKUM BENDA BERGERAK
Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 44-45)
menerangkan bahwa untuk kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:
5.1
Benda bergerak karena sifatnya
yaitu benda-benda yang dapat berpindah
atau dapat dipindahkan misalnya ayam, kambing, buku, pensil, meja, kursi, dan
lain-lain (Pasal 509 KUHPer). Termasuk juga sebagai benda bergerak ialah kapal-kapal,
perahu-perahu, gilingan-gilingan dan tempat-tempat pemandian yang dipasang di
perahu dan sebagainya (Pasal 510 KUHPer).
5.2
Benda bergerak karena ketentuan
undang-undang (Pasal 511 KUHPer) misalnya:
a. Hak pakai hasil dan hak pakai atas
benda-benda bergerak;
b. Hak atas bunga-bunga yang diperjanjikan;
c. Penagihan-penagihan atau piutang-piutang;
d. Saham-saham atau andil-andil dalam
persekutuan dagang, dan lain-lain.
6.
OBYEK HUKUM BENDA
TIDAK BERGERAK
Menurut Ny. Frieda
Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Kebendaan
Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan (hal. 43-44), mengatakan bahwa untuk
kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan:
6.1
Benda tidak bergerak
karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer)
misalnya tanah dan segala sesuatu yang melekat atau
didirikan di atasnya, atau pohon-pohon dan tanaman-tanaman yang akarnya menancap
dalam tanah atau buah-buahan di pohon yang belum dipetik, demikian juga
barang-barang tambang.
6.2
Benda tidak bergerak karena peruntukannya
atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer)
misalnya pabrik dan barang-barang yang dihasilkannya,
penggilingan-penggilingan, dan sebagainya. Juga perumahan beserta benda-benda yang
dilekatkan pada papan atau dinding seperti cermin, lukisan, perhiasan, dan
lain-lain; kemudian yang berkaitan dengan kepemilikan tanah seperti rabuk, madu
di pohon dan ikan dalam kolam, dan sebagainya; serta bahan bangunan yang
berasal dari reruntuhan gedung yang akan dipakai lagi untuk membangun gedung
tersebut, dan lain-lain.
6.3
Benda tidak bergerak karena ketentuan
undang-undang
misalnya,
hak pakai hasil, dan hak pakai atas kebendaan tidak bergerak, hak pengabdian
tanah, hak numpang karang, hak usaha, dan lain-lain (Pasal 508 KUHPer). Di
samping itu, menurut ketentuan Pasal 314 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
kapal-kapal berukuran berat kotor 20 m3 ke atas dapat dibukukan dalam suatu
register kapal sehingga termasuk kategori benda-benda tidak bergerak.
6.4
Manfaat pembedaan benda bergerak dan benda
bergerak
akan terlihat
dalam hal cara penyerahan benda tersebut, cara meletakkan jaminan di atas benda
tersebut, dan beberapa hal lainnya. Menurut Frieda Husni Hasbullah (Ibid, hal. 45-48) Keempat hal yang dimaksud adalah sebagai
berikut:
a.
Kedudukan berkuasa (bezit)
Bezit
atas benda bergerak berlaku sebagai titel yang sempurna (Pasal 1977 KUHPer).
Tidak demikian halnya bagi mereka yang menguasai benda tidak bergerak, karena
seseorang yang menguasai benda tidak bergerak belum tentu adalah pemilik benda
tersebut.
b.
Penyerahan (levering)
Menurut
Pasal 612 KUHPer, penyerahan benda bergerak dapat dilakukan dengan penyerahan
nyata (feitelijke levering). Dengan sendirinya penyerahan nyata tersebut adalah
sekaligus penyerahan yuridis (juridische levering). Sedangkan menurut Pasal 616
KUHPer, penyerahan benda tidak bergerak dilakukan melalui pengumuman akta yang
bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam Pasal 620 KUHPer antara lain
membukukannya dalam register.
c.
Pembebanan (bezwaring)
Pembebanan
terhadap benda bergerak berdasarkan Pasal 1150 KUHPer harus dilakukan dengan
gadai, sedangkan pembebanan terhadap benda tidak bergerak menurut Pasal 1162 KUHPer
harus dilakukan dengan hipotik.
Sejak berlakunya Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan
Dengan Tanah, maka atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah
hanya dapat dibebankan dengan Hak Tanggungan. Sedangkan untuk benda-benda
bergerak juga dapat dijaminkan dengan lembaga fidusia menurut Undang-Undang No.
42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
d.
Daluwarsa (verjaring)
Terhadap benda bergerak, tidak dikenal
daluwarsa sebab menurut Pasal 1977 ayat (1) KUHPer, bezit atas benda bergerak adalah sama dengan
eigendom; karena itu sejak seseorang menguasai suatu benda bergerak, pada saat itu
atau detik itu juga ia dianggap sebagai pemiliknya.
7.
HAK KEBENDAAN YANG
BERSIFAT SEBAGAI PELUNASAN HUTANG
Hak kebendaan yang
bersifat sebagai pelunasan hutang (hak jaminan) Adalah hak jaminan yang melekat
pada kreditor yang memberikan kewenangan untuk melakukan eksekusi kepada benda
yang dijadikan jaminan jika debitur melakukan wansprestasi terhadap suatu
prestasi (perjanjian). Dengan demikian hak jaminan tidak dapat berdiri karena
hak jaminan merupakan perjanjian yang bersifat tambahan (accessoir) dari
perjanjian pokoknya, yakni perjanjian hutang piutang (perjanjian kredit).
Perjanjian hutang
piutang dalam KUH Perdata tidak diatur secara terperinci, namun bersirat dalam
pasal 1754 KUH Perdata tentang perjanjian pinjaman pengganti yakni dikatakan
bahwa bagi mereka yang meminjam harus mengembalikan dengan bentuk dan kualitas
yang sama.
7.1
Macam-macam Pelunasan Hutang
Dalam pelunasan hutang adalah terdiri dari
pelunasan bagi jaminan yang bersifat umum dan jaminan yang bersifat khusus.
1.
Jaminan Umum
Pelunasan hutang dengan jaminan umum
didasarkan pada pasal 1131KUH Perdata dan pasal 1132 KUH Perdata.
-
pasal 1131 KUH
Perdata dinyatakan bahwa segala kebendaan debitur baik yang ada maupun yang akan
ada baik bergerak maupun yang tidak bergerak merupakan jaminan terhadap
pelunasan hutang yang dibuatnya.
-
pasal 1132 KUH
Perdata menyebutkan harta kekayaan debitur menjadi jaminan secara bersama-sama
bagi semua kreditur yang memberikan hutang kepadanya.
Pendapatan penjualan benda-benda itu
dibagi-bagi menurut keseimbangan yakni besar kecilnya piutang masing-masing
kecuali diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan sah untuk didahulukan.
Dalam hal ini benda yang dapat dijadikan
pelunasan jaminan umum apabila telah memenuhi persyaratan antara lain :
Ø Benda tersebut bersifat ekonomis (dapat
dinilai dengan uang).
Ø Benda tersebut dapat dipindah tangankan
haknya kepada pihak lain.
2.
Jaminan Khusus
Pelunasan hutang dengan jaminan khusus merupakan hak khusus pada
jaminan tertentu bagi pemegang gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.
a. Gadai
Dalam pasal 1150 KUH perdata disebutkan
bahwa gadai adalah hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang
diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk menjamin
suatu hutang.
Selain itu memberikan kewenangan kepada
kreditur untuk mendapatkan pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari
kreditur-kreditur lainnya terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang dan
biaya yang telah di keluarkan untuk memelihara benda itu dan biaya-biaya itu
didahulukan.
Ø Sifat-sifat Gadai yakni :
-
Gadai adalah untuk benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud.
-
Gadai bersifat accesoir artinya merupakan tambahan dari perjanjian
pokok yang di maksudkan untuk menjaga jangan sampai debitur itu lalai membayar
hutangnya kembali.
-
Adanya sifat kebendaan.
-
Syarat inbezitz telling, artinya benda gadai harus keluar dari
kekuasaan pemberi gadai atau benda gadai diserahkan dari pemberi gadai kepada
pemegang gadai.
-
Hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri.
-
Hak preferensi (hak untuk di dahulukan).
-
Hak gadai tidak dapat di bagi-bagi artinya sebagian hak gadai
tidak akan menjadi hapus dengan di bayarnya sebagaian dari hutang oleh karena
itu gadai tetap melekat atas seluruh bendanya
Ø Obyek gadai
adalah semua benda bergerak dan pada
dasarnya bisa digadaikan baik benda bergerak berwujud maupun benda bergerak
yang tidak berwujud yang berupa berbagai hak untuk mendapatkan berbagai hutang
yakni berwujud surat-surat piutang kepada pembawa (aan toonder) atas tunjuk
(aan order) dan atas nama (op naam) serta hak paten.
Ø Hak pemegang gadai
§ Pemegang gadai berhak untuk menjual benda
yang di gadaikan atas kekuasaan sendiri (eigenmachti geverkoop).
§ Hasil penjualan diambil sebagian untuk
pelunasan hutang debitur dan sisanya di kembalikan kepada debitur penjualan
barang tersebut harus di lakukan di muka umum menurut kebiasaan-kebiasaan
setempat dan berdasarkan syarat-syarat yang lazim berlaku.
§ Pemegang gadai berhak untuk mendapatkan
ganti rugi berupa biaya-biaya yang telah dilakukan untuk menyelamatkan benda
gadai .
§ Pemegang gadai mempunyai hak untuk menahan
benda gadai (hak retensi) sampai ada pelunasan hutang dari debitur (jumlah
hutang dan bunga).
§ Pemegang gadai mempunyai prefensi (hak
untuk di dahulukan) dari kreditur-kreditur yang lain.
§ Hak untuk menjual benda gadai dengan
perantara hakim jika debitur menuntut di muka hukumsupaya barang gadai di jual
menurut cara yang di tentukan oleh hakim untuk melunasi hutang dan biaya serta
bunga
§ Atas izin hakim tetap menguasai benda
gadai.
b.
Hipotik
Hipotik berdasarkan pasal 1162 KUH perdata
adalah suatu hak kebendaan atas benda tidak bergerak untuk mengambil pengantian
dari padanya bagi pelunasan suatu perhutangan (verbintenis).
Ø Sifat-sifat hipotik yakni :
§ Bersifat accesoir yakni seperti halnya
dengan gadai.
§ Mempunyai sifat zaaksgevolg (droit
desuite) yaitu hak hipotik senantiasa mengikuti bendanya dalam tagihan tangan
siapa pun benda tersebut berada dalam pasal 1163 ayat 2 KUH perdata .
§ Lebih didahulukan pemenuhanya dari piutang
yang lain (droit de preference) berdasarkan pasal 1133-1134 ayat 2 KUH perdata.
§ Obyeknya benda-benda tetap.
Ø Obyek hipotik
Sebelum dikeluarkan undang-undang No.4
tahun1996 hipotik berlaku untuk benda tidak bergerak termasuk tanah namun sejak
di keluarkan undang-undang No.4 tahun1996 tentang hak tanggungan atas tanah
berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi.
Dengan berlakunya undang-undang HT maka obyek hipotik hanya meliputi hal
berikut :
§ Kapal laut dengan bobot 20 m³ ke atas
berdasarkan pasal 509 KUH perdata, pasal 314 ayat 4 KUH dagang dan
undang-undang N0.12 tahun 1992 tentang pelayaran sementara itu kapal
berdasarkan pasal 509 KUH perdata menurut sifatnya adalah benda bergerak karena
bisa berpindah atau dipindahkan sedangkan berdasarkan pasal 510 KUH perdata
kapal-kapal, perahu-perahu, perahu tambang, gilingan-gilingan dan tempat pemandian
yang di pasang di perahu atau berdiri terlepas dan benda-benda sejenis itu
adalah benda bergerak.
Namun undang-undang No.21 tahun 1992
tentang pelayaran menyatakan kapal merupakan kendaraan air dari jenis apapun
kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah air, alat apung dan
bangunan air tetap dan terapung, sedangkan dalam pasal 314 KUH dagang mengatur
bahwa kapal laut yang bermuatan minimal 20m³ isi kotor dapat di bukukan di
dalam suatu register kapal-kapal menurut ketentuan-ketentuan yang akan di
tetapkan dalam suatu undang-undang tersendiri.
§ kapal terbang dan helikopter berdasarkan
undang-undang No. 15 tahun 1992 tentang penerbangan dalam hukum perdata status
hukum pesawat udara adalah benda tidak bergerak, dengan demikian setiap pesawat
terbang dan helikopter dioperasikan harus mempunyai tanda pendaftaran yang
berlaku di Indonesia.
c.
Hak Tanggungan
Berdasarkan pasal 1 ayat 1 undang-undang
hak tanggungan (UUTH), hak tanggungan merupakan hak jaminan atas tanah yang
dibebankan berikut benda-benda lain yang merupakan suatu satu kesatuan dengan
tanah itu untuk pelunasan hutang dan memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.
Dengan demikian UUTH memberikan kedudukan kreditur tertentu yang
kuat dengan ciri sebagai berikut :
1. Kreditur yang diutamakan (droit de
preference) terhadap kreditur lainya .
2. Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya
dalam tangan siapapun obyek tersebut atau selama perjanjian pokok belum
dilunasi (droit de suite).
3. Memenuhi syarat spesialitas dan publisitas
sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
4. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.
Benda yang akan dijadikan jaminan hutang yang bersifat khusus harus memenuhi
syarat-syarat khusus seperti berikut :
∞
Benda tersebut dapat bersifat ekonomis (dapat dinilai dengan
uang).
∞
Benda tersebut dapat dipindah tangankan haknya kepada pihak lain.
∞
Tanah yang akan dijadikan jaminan ditunjukan oleh undang-undang.
∞
Tanah-tanah tersebut sudah terdaftar dalam daftar umum
(bersetifikat berdasarkan peraturan pemerintah no 29 tahun 1997 tentang
pendaftaran.
Ø Obyek hak tanggungan
§ Hak milik (HM).
§ Hak guna usaha ( HGU).
§ Rumah susun berikut tanah hak bersama
serta hak milik atas satuan rumah susun (HM SRS).
§ Hak pakai atas tanah negara.
Obyek hak tanggungan tersebut terdapat
dalam pasal 4 undang-undang no 4 tahun 1996.
d.
Fidusia
Fidusia yang lazim dikenal dengan nama FEO
(Fiduciare Eigendoms Overdracht) yang dasarnya merupakan suatu perjanjian
accesor antara debitor dan kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara
kepercayaan atau benda bergerak milik debitor kepada kreditur.
Namun, benda tersebut masih dikuasai oleh
debitor sebagai peminjam pakai sehingga yang diserahkan kepada kreditor adalah
hak miliknya. Penyerahan demikian di namakan penyerahan secara constitutum
possesorim yang artinya hak milik (bezit) dari barang di mana barang tersebut
tetap pada orang yang mengalihkan (pengalihan pura-pura).
Dengan demikian, hubungan hukum antara
pemberi fidusia (kreditor) merupakan hubungan hukum yang berdasarkan
kepercayaan. Namun, dengan di keluarkannya Undang-Undang nomor 42 tahun 1999
tentang Fidusia maka penyerahan hak milik suatu barang debitor atau pihak
ketiga kepada debitor secara kepercayaan sebagai jaminan utang.
Ø Pengertian
Fidusia merupakan suatu proses pengalihan
hak kepemilikan, sedangkan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam
bentuk fidusia.
Ø Sifat jaminan fidusia
Berdasarkan pasal 4 UUJF, jaminan Fidusia
merupakan perjanjian ikutan (accesoir) dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajuban bagi para pihak didalam memenuhi suatu prestasi untuk
memberikan sesutau atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang
sehingga akibatnya jaminan fidusia harus demi hukum apabila perjanjian pokok
yang dijamun dengan Fidusia hapus.
Ø Obyek jaminan fidusia
yakni benda. Benda adalah segala sesuatu
yang dapat dimiliki dan dialihkan, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak
maupun yang tidak bergerak, dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan atau
hipotik.
Benda tidak bergerak harus memenuhi
persyaratan antara lain :
§ Benda-benda tersebut tidak dapat dibebani
dengan hak tanggungan.
§ Benda-benda tersebut tidak dibebani dengan
hak hipotik, untuk benda bergerak, benda-benda tersebut tidak dapat dibebani
dengan hak gadai.
Ø Perjanjian fidusia
adalah perjanjian yang harus dibuat dengan
akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.
Pendaftaran fidusia adalah jaminan fidusia
yang lahir pada tanggal dicatat dalam buku daftar fidusia dan merupakan bukti
kredutor sebagai pemegang jaminan fidusia diberikan sertifikat jaminan fidusia
yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia yakni jaminan
fidusia hapus karena hal sebagai berikut :
§ Hapusnya utang yang dijamin dengan
fidusia.
§ Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh
debitor.
§ Musnahnya benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia.
Referensi :
Chainur Arrasjid, 2006. Dasar-Dasar Ilmu
Hukum. penerbit SINAR GRAFIKA: Jakarta.
paijolaw.googlepages.com/HUKUMJAMINAN.doc
staff.ui.ac.id/internal/131861375/material/Kredit-Fidusia.ppt
Tidak ada komentar:
Posting Komentar