PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Kelompok :
- DEVITA TRIE CAHYANI (21216885)
- KURNIA TRYANTI (23216971
- RIVAN RIZKY MAULANA (26216519)
- SETIYANTO HARTONO (26216947)
-1EB21-
SOFTSKILL PEREKONOMIAN INDONESIA
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG
2017
SOFTSKILL PEREKONOMIAN INDONESIA
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG
2017
I.
TEORI – TEORI PERDAGANGAN INTERNASIONAL
Pada
awalnya ,teori
teori mengenai perdagangan internasional digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu teori - teori klasik dan teori-teori modern. pengelompokan ini didasarkan
pada dua pertimbangan perbedaan waktu saat munculnya suatu teori dan perbedaan
asumsi yang menjadi dasar perbedaan dalam kerangka analisa antara kedua kelompok teori tersebut. Dari
kelompok pertama yang
umum dikenal adalah teori keuntungan /keunggulan absolut dari adam Smith, teori keunggulan relative dan keuntungan
kompratif dari David Ricardo dan J.S Mill. sedangkan teori proporsi-proporsi factor produksi (keseterdiaan
factor produksi) dari
Heckscher dan Ohlin, yang dikenal dengan teori H-O dalam buku buku ekonomi
internasional disebut sebagai teori modern. setelah itu pada tahun 1970-an dan
1980-an muncul sejumlah
teori baru yang juga disebut dengaan teori-teori alternative, seperti teori kemiripan
Negara, teori siklus produksi, teori perdagangan intra dan teori skala ekonomis.
A. TEORI-TEORI KLASIK
A. TEORI-TEORI KLASIK
Setiap teori dalam
ilmu ekonomi selalu didasarkan atas asumsi-asumsi tertentu. Demikian juga
teori-teorian pada sejumlah asumsi-asumsi sebagai berikut.
1.
Dua barang dan dan dua negara
Asumsi ini memang sangat
menyerdehanakan permasalahan dalam perdagangan internasional sehingga
jauh dari realistis apalagi zaman sekarang ini di mana Negara yang
tertutup/tidak melakukan sama sekali perdagangan dengan Negara Negara lain
(autarki) praktis tidak ada, kecuali mungkin hanyakorea utara. Namun dengan
asumsi ini, dasar pemikiran dari teori teori klasik dapat lebih mudah dipahami.
Selanjutnya, dengan memakai kerangka analisis
teori teori kelasik tersebut, isu isu aktual yang terkait dengan perdagangan
internasional dapat dianalisis dengan kasus lebih dari 2 negara dan 2 barang (
n barang dan n Negara).
2.
Nilai
atas dasar biaya tenaga kerja yang sifatnya homogen
Nilai suatu barang
tergantung hanya atas biaya tenaga kerja , yakni jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan untuk diperlukan untuk mmemproduksi dikali upah per pekerja. Pada
masa teor klasik fakfactorktor produksi lainnya seperti modal dan tanah tidak
dianggap penting (kalau tidak bisa dikatakan tidak berpengaruh sama sekali sama
sekali) dalam menentukan biaya produksi dan berarti juga harga produk. Dalam teori teori klasik, factor produksi
tenaga kerja diasumsikan homogeny, artinya tidak ada perbedaan tenaga kerja
antarnegara dalam kualitas.
3.
Biaya
produksi yang tetap tidak berubah
Menurut teori teori
klasik, biaya produksi per unit output konstan, tidak berubah walaupun volume
produksi berubah. Dengan
demikian, berapa pun sesuatu Negara memproduksi suatu barang. Hanya harga persatu unitnya tetap, tidak
berubah. Asumsi ini juga tidak realistis karena tidak mempertimbangkan pengaru
inflasi terhadap sisi suplai/produksi.
4.
Tidak
ada biaya transportasi
Ini merupakan
penyederhanaan dari masalah. Karena
dalam kenyataan nya biaya transportasi sangat mempengaruhi harga jual dari
suatu barang ekspor yang berarti juga daya saing dari barang tersebut dan
akhirnya pertumbuhan ekspornya. Walaupun harus diakui bahwa dengan kemajuan
teknologi dalam transportasi, biaya transportasi menurun dan jauh lebih rendah
dibanding 30 tahun lalu
5.
Faktor
faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri tapi tidak antar Negara
Asumsi ini pada zaman nya
teori teori klasik baru muncul mungkin dekat kenyataan pada masa itu karena
kendala transportasi antar negara
tapi sekarang dapat dilihat banyak negara
yang kinerja ekspor manufakturnya sangat cemerlang padahal negara-negara tersebut miskin akan
bahan bahan baku jadi harus dibeli pada NSB. Dalam kata lain, tingginyya
mobilitas dari faktor faktor produksidari input input lain antar negara merupakan salah satu faktor yang
harus dalam menganilisis kinerja perdagangan internasional dan daya saing dari
suatu negara.
6.
Distribusi
pendapatan tidak berubah
Dasar pemikiran dari
teori teori klasik adalah bahwa perdagangan dunia bebas memberi manfaat yang sama
bagi semua negara
yang terlibat jadi tidak mengakibatkan perubahan dalam distrbusi pendapatan
dalam kenyataan nya tentu tidak demikian karena dalam perdagangan dunia ada
pihak ada pihak yang dirugikan da nada pihak yang diuntungkan yang disebabkan
oleh kondisi yang berbeda antar Negara berbeda
7.
Tidak
ada perubahan teknologi
Ini termasuk asumsi yang
sangat penting dalam arti perdagangan dunia sangat ditentukan oleh teknologi
buruknya kinerja ekspor dari NSB dibandingkan negara-negara maju salah satunya dikarenakan
ketertinggalan NSB dalam teknologi
8.
Perdagangan
dilakukan atas dasar barter
Mungkin karena masa ini
belum ada uang, maka perdagangan antarnegara dilakukan atas tukar menukar
barang atau barter, sekarang ini perdagangan internasional didominasi oleh
pembayaran dengan uang walaupun ada transaksi transaksi perdagangan antarnegara
dengan sistem barter dengan alasan alasan tertentu. pemerintah Indonesia juga
sering melakukan nya, penjulan pesawat buatan IPTN pemerintah dengan pembayaran
komoditi pertanian dari pemerintah Thailand dalam masa pemerintahan BJ Habibie
dan pembelian beberapa pesawat tempur Skhoi dan helicopter tempur dari Rusia
yang ditukar dengan minyak kelapa sawit.
1.
TEORI
KEUNGULAN ABSOLUT
Teori
keuangan atau keuangan absolut dari Adam Smith sering disebut sebagai teori
murni perdagangan internasional,
dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan mengalami
spesialisasi terhadap dan ekspor (suatu atau beberapa barang atau jasa
tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut atas negara lain dan tidak memproduksi atau impor suatu (atau beberapa) jenis barang
tertentu di mana negara
tersebut tidak memiliki keunggulan absolut atas negara lain yang memproduksi jenis barang yang sama, atau suatu negara akan mengekspor (mengimpor) barang X jika negara itu dapat (tidak dapat) memproduksinya lebih efisien atau murah
dibanding negara
lain. Jadi teori ini menekankan bahwa efisiensi dalam menggunakan factor
produksi misalnya tenaga kerja di dalam proses produksi sangat menentukan keunggulan tingkat daya saing dari
negara bersangkutan. Tingkat keunggulan diukur berdasarkan nilai tenaga kerja
yang sifatnya homogen.
2.
TEORI KEUNGGULAN KOMPARATIF
Persoalan dari teori
keunggulan mutlak dari Adam Smith adalah bahwa perdagangan internasional akan
terjadi jika negara-negara yang terlibat saling memperoleh manfaatnya, dan
menurut Adam Smith hal ini hanya dapat
terjadi apabila masing-masing negara memiliki keunggulan absolut yang berbeda.
Implikasinya jika RI memiliki keunggulan mutlak atas AS untuk A dan B yang
berarti RI mengeskpor kedua jenis barang tersebut ke AS maka perdagangan antar
kedua negara tersebut tidak akan terjadi karena hanya RI yang akan mendapatkan
manfaatnya. Hal ini dipikirkan oleh Adam Smith dan ini merupakan kelemahan
utama dari teorinya.
Maka muncullah pemikiran
dari John S.Mill dan David Ricardo yang disebut sebagai Teori Keunggulan
Komparatif (teori biaya Komparatif) yang dapat dianggap sebagai kritik dan
sekaligus usaha penyempurnaan /perbaikan terhadap teori keunggulan absolut.
Dasar pemikiran darei Ricardo maupun Mill mengenai penyebab terjadinya
perdagangan antarnegara pada prinsipnya tidak berbeda dengan dasar pemikiran
Adam Smith. Perbedaannya hanya pada cara pengukuran keunggulan suatu negara ,
yakni dilihat komparatif biayanya, bukan perbedaan absolutnya, J.S Mill
beranggapan bahwa suatu negara akan mengkhususkan diri pada ekspor barang
tertentu bila negara itu memiliki kerugian komparatif terbesar dan akan impor
barang tertentu bila negara tersebut memiliki kerugian komparatif atau
keunggulan komparatif rendah.
Sedangkan dari pemikiran
David Ricardo adalah bahwa perdagangan santara dua negara akan terjadi bila
masing-masing negara memiliki biaya relatif yang terkecil (produktivitas Tk
relatif yang terbesar) untuk jenis barang yang berbeda. Jadi penekanan Ricardo
pada perbedaan efisiensi atau produktivitas relatif antarnegara dalam
memproduksi dua atau lebih jenis barang yang menjadi dasar terjadinya
perdagangan internasional.
B. TEORI MODERN
1. Teori
H-O
Teori Hecksher dan
Ohlin(H-O) mempunyai dua kondisi penting sebagai dasar dari munculnya
perdagangan internasional yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas
dalam pemakaian faktor produksi atau proporsi faktor produksi. Oleh karena itu,
Teori H-O sering juga disebut teori proporsi atau ketersediaan faktor produksi.
Produk yang berbeda membutuhkan jumlah atau proporsi yang berbeda dari
faktor-faktor produksi. Perbedaan tersebut disebabkan oleh teknologi yang
menentukkan cara mengkombinasikan faktor-faktor produksi yang berbeda untuk
membuat suatu produk.
Yang menentukkan
keunggulan komparatif dalam produksi atau ekspor adalah harga dari faktor
produksi yang menentukkan perbedaan biaya produksi, dan harga dari faktor
produksi ditentukan oleh ketersediaan faktor tersebut. Salah satu asumsi dari
teori H-O adalah bahwa faktor-faktor produksi tidak mobile artinya mereka tidak
bisa bergerak antar negera. Oleh karena itu kekayaan suatu negara atas faktor-faktor
produksi menentukan biaya relatif dari faktor-faktor tersebut dibandingkan
dengan negara-negara lain.
Jadi, dalam Teori H-O,
keunggulan komparatif dijelaskan oleh perbedaan kondisi penawaran dalam negeri
antarnegara. Dasar dari pemikiran teori ini adalah sebagai berikut :
-
Negara-negara
mempunyai cita rasa dan preferensi yang sama (kurva indifference sama)
-
Menggunakan
teknologi yang sama
-
Kualitas
dari faktor-faktor produksi sama
-
Menghadapi
skala tambahan gasil yang konstan (constant
return to scale)
Tetapi sangat berbeda dalam kekayaan alam atau ketersediaan
faktor-faktor produksi. Perbedaan ini mengakibatkan perbedaan dalam harga
relatif faktor-faktor produksi antarnegara. Selanjutnya, perbedaan tersebut
membuat perbedaan dalam biaya alternatif dari baranf yang dibuat antarnegara
yang menjadi alasan.
Menurut teori H-O, tiap
negara akan berspesialisasi pada jenis barang tertentu dan mengekspornya. Yang
bahan baku atau faktor produksi utamanya berlimpah atau harganya murah dinegara
tersebut dan mengimpor barang-barang yang bahan baku atau faktor produksi
utamanya langka atau mahal.
Dibandingkan AS, RI
memiliki tanah yang lebih luas, bahan baku (sumber daya alam ) yang lebih
bervariasi dan dalam jumlah yang besar, serta TK yang jumlahnya lebih banyak.
Jadi, sesuai hukum pasar, harga tanah, upah TK, dan harga bahan baku di RI
relatif lebih murah daripada di AS. Sedangkan di AS yang kaya akan modal dan
teknologi, maka harga modal dan harga teknologi di negara ini relatif lebih
murah dibandingkan di RI. jadi, menurut teori H-O, RI sebaiknya berspesialisasi
pada barang-barang yang tingkat intensitas pemakaian tanah, bahan baku, dan TK
sangat tinggi sedangkan AS sebaiknya berspesialisasi pada barang-barang yang
padat modal dan padat teknologi.
2.
Teori
kemiripan Negara
Walaupun
tidak terlalu populer, teori kemiripan Negara dari staffan. Linder juga relevan
untuk dibahas disini karena teori ini focus pada sisi perminntaan, bukan dari
sisi penawaran seperti teori teori di atas, dan secara eksplisit mengenai
produk produk manufaktur. Inti dari teori ini adalah perdagangan terjadi antara
Negara yang memiliki ciri ciri serupa, terutama selera dan tingkat pendapatan.
Teori ini memiliki dua asumsi. Pertama, sebuah negara mengekspor ke pasar-pasar yang besar. Akan tetapi, menurut
Linder, para produsen di sebuah Negara memperkenalkan produk produk baru mereka
ke pasar domestic dulu, tidak ditunjukan langsung ke pasar ekspor, karena mereka
lebih mengenali pasar di negara
mereka sendiri. Tetapi pasar domestik harus besar agar mereka bisa mencapai
skala ekonomis yang berarti biaya produksi per satu unit output bisa di tekan.
Kedua, Negara tersebut mengekspor ke Negara lain yang selera dan tingkat
pendapatannya sama. Sebagai suatu contoh, volume perdagangan antara Negara
Negara UNI EROPA (UE) lebih besar perdagangan antara UE dengan NSB. Terkecuali
perdagangan komoditi komoditi pertambangan dan pertanian UE karena sebagian
besar dari SDA di dunia ada di NSB.
3.
Teori
siklus produk
Teori
siklus produk
dari Vernon(1966), yang di kembangkan antara lain oleh Williamson (1983) dapat
juga digunakan untuk menjelaskan dinamika keunggulan komparatif dari suatu
produk atau industri. Vernon berpendapat, bahwa banyak barang manufaktur yang
melalui suatu siklus produk yang prosesnya bisa pendek atau panjang, yang
terdiri 4 tahap, yakni pengembangan atau penciptaan. Siklus ini akan terjadi
selama kondisi-kondisi
mempengaruhi proses produksi dan persyaratan-persyaratan lokasi berubah terus
secara sistematis. Jadi mennurut Vernon, keunggulan komparatif dari barang
tersebut berubah mengikukti perubahan waktu dan dari satuan Negara ke Negara
lain. Hipotesis siklus produksi ini didasarkan pada asumsi bawa rangsangan pada
inovasi biasanya dipicu oleh ancaman dari pesaing atau peluang pasar. Dalam
kata lain, perusahaan cenderung dirangsang oleh kebutuhan dan kesempatan yang
ada dipasar dalam negeri. Selai sebagai sumber perangsang inovasi, pasar
domestik juga berperan sebagai tempat lokasi pelaksanaan produk (atau sebagai
tempat trial dan error). Dekat dengan pasar membuat manajemen dapat bereaksi
cepat terhadap umpan balik pembeli.
4.
Teori
skala Ekonomis
Teori
skala ekonomis bertolak belakang dengan teori H-O. Teori H-O mengasumsikan
skala penambahan hasil yang konstan, sedangkan didalam teori skala ekonomis,
skala penambahan hasil tidak tetap, melainkan meningkat terus, misalnya
penambahan pertama input sebesar 10%
membuat 20% penambahan output, penambahan kedua input sebesar 10%
menghasilkan penambahan output 30% dan seterusnya. Jadi skala, ekonomis adalah
suatu skala produksi dimana pada titik optimalnya, produksi bisa menghasilkan
biaya persatu unit output terendah. Keberadaan skala ekonomis dapat menjelaskan
beberapa pola perdagangan yang tidak dijelaskan didalam model H-O. Jika terdapat
skala ekonomis, suatu perusahaan disuatu Negara dapat berspesialisasi dalam
produksi suatu jangkauan produksi yang terbatas dan mengekspornya dengan harga
lebih murah dan produk yang sama dari perusahaan di Negara lain yang tidak
memiliki skala ekonomis, karena misalnya modal terbatas hingga tidak bisa
membangun kapasitas produksi yang besar atau keterbatasan teknologi sehingga
tidak memungkinkan proses produksinya mencapai skala ekonomis karena itu, dalam
era perdagangan bebas, skala ekonomis menjadi salah satu factor tingkat daya
saing global atau keunggulan suatu perusahaan atau industri.
Dengan
skala ekonomis, yang berkorelasi positidd dengan luas kapasitas produk dan t ingkat intensitas dalam pemakaian factor
produksi, khususnya modal, ketersediaan factor produksi dari teori H-O sebagai
sumber keunggulan komparatif (dalam harga) menjadi tidak terlalu (selalu)
relevan. Dalam kata lain, suatu Negara yang miskin SDA , misalnya jepang, tetap
dapat menghasilkan barang barang yang memakai bahan baku import dengan harga
output yang lebih murah dari pada barang barang yang sama buatan Negara
pengekspor bahan bahan baku tersebut. Karena di jepang produksi dapat dilakukan
dalam suatu skala ekonomis. Sehingga menghasilkan biaya produksi per satu unit
output lebih rendah dari apda Negara yang kaya SDA.
5. Teori
Perdagangan Intra
Pada dasarnya terdapat dua jenis perdagangan, yakni
perdagangan interidustri dan perdagangan intraindustri. Perdagangan
interindustri adalah perdagangan antara dua industri yang berbeda. Misalnya RI
mengekspor mebel ke AS, sedangkan AS mengekspor mobil ke RI. Sedangkan
perdaganagn intraindustri adalah perdagangan didalam industri yang sama,
misalnya dalam industri mobil, AS mengekspor mobil merek Ford ke Jepang dan
Jepang menjual mobil Toyota ke AS. Perdagangan interindustri mencerminkan
keunggulan komparatif yang berbeda antarindustri yang berbeda, seperti dalam
pembahasan teori-teori klasik dan modern sebelumnya di atas. jadi dua negara
yang relatif sama dan oleh karenanya memiliki keunggulan komparatif yang juga
relatif sama (atau perbedaannya kecil), maka menurut teori klasik atau modern
tidak akan terjadi perdagangan antara kedua negara tersebut. Misalnya dalam
model teori H-O, jika RI mempunyai faktor produksi yang sama seperti yang dimiliki
AS (dalam jenis maupun jumlah), maka tidak akan terjadi perdagangan antara RI
dan AS. Meskipun demikian, jika terdapat skala ekonomis, maka RI maupun AS
dapat berspesialisasi pada jenis barang yang berbeda dan akhirnya mereka bisa
saling berdagang. Dapat dinyatakan bahwa dengan adanya skala ekonomis maka
dimungkinkan memproduksi beragam barang dari industri yang sama, dan hal ini
menyebabkan timbulnya perdagangan intraindustri antarnegara.
Jadi bisa disimpulkan bahwa perdagangan antar negara
dengan ketersediaan faktor produksi yang berbeda secara luas ada;ah perdagangan
interindustri, sedangkan perdaganagan antarnegara dengan ketersediaan faktor
produksi yang sama secara luas adalah perdagangan intraindustri.
II.
PERKEMBANGAN EKSPOR INDONESIA
Data terakhir dari BPS
mengenai perkembangan perdangangan luar negeri Indonesia mununjukkan angka
sementara bahwa nilai ekspor bulan Januari 2017 sebesar US$ 13,38 miliar atau
turun sebesar 3,21 persen (MoM) data tersebut merupakan kesimpulan dari
penjabaran pada :
·
Sektor Migas ekspor naik sebesar US$ 1,27
miliar (1,72%) (MoM) sedangkan,
·
Sektor Non Migas turun sebesar US$ 12,11
miliar (3,70%) (MoM).
Sedangkan Ekspor Non
Migas menurut sektor pertanian, Industri, Pertambangan dan lain-lain menunjukan
angka sementara sebagai berikut :
·
Pertanian :
US$ 0,28
·
Industri :
US$ 9.87
·
Pertambangan dan lainnya : US$ 1,96
Untuk Ekspor Non Migas
menurut HS 2 Digit Lemak dan minyak nabati, karet dan arang dari karet,
kendaraan dan bagiannya, menunjukan angka sementara sebagai berikut :
·
Lemak dan minyak nabati : US$ 2,19
·
Karet dan arang dari karet : US$ 0,63
·
Kendaraan dan bagiannya : US$ 0,51
Dan
untuk Ekspor Non Migas Negara Tujuan menunjukkan angka sementara sebagai
berikut :
·
Tiongkok :
US$ 0,55
·
Amerika Serikat : US$ 1,43
·
India :
US$ 1,32
·
Jepang :
US$ 1,16
·
Malaysia :
US$ 0,59
Dari
ekspor-ekspor non migas diatas di peroleh neraca perdagangan pada bulan Januari
2017 mengalami surplus sebesar US$ 1,40 miliar. Surplus tersebut berasal dari
surplus sektor non migas sebesar US$ 1,93 miliar walaupun sektor migas difisit
0,54 miliar.
Ø Sumber : BPS (diolah PDSI, Sekjen
kementrian Perdagangan)
III.
TINGKAT
DAYA SAING
Daya
saing adalah kemampuan perusahaan, industri, daerah, negara, atau antar daerah
untuk menghasilkan faktor pendapatan dan faktor pekerjaan yang relatif tinggi 7
dan berkesinambungan untuk menghadapi persaingan internasional (sumber : OECD).
Oleh karena daya saing industri merupakan fenomena di tingkat mikro perusahaan,
maka kebijakan pembangunan industri nasional didahului dengan mengkaji sektor
industri secara utuh sebagai dasar pengukurannya.
Tingkat
daya saing suatu negara di kancah perdagangan internasional, pada dasarnya amat
ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor keunggulan komparatif (comparative
advantage) dan faktor keunggulan kompetitif (competitive advantage). Lebih
lanjut, faktor keunggulan komparatif dapat dianggap sebagai faktor yang
bersifat alamiah dan faktor keunggulan kompetitif dianggap sebagai faktor yang
bersifat acquired atau dapat dikembangkan/diciptakan (Tambunan, 2001). Selain
dua faktor tersebut, tingkat daya saing suatu negara sesungguhnya juga
dipengaruhi oleh apa yang disebut Sustainable Competitive Advantage (SCA) atau
keunggulan daya saing berkelanjutan. Ini terutama dalam kerangka menghadapi tingkat
persaingan global yang semakin lama menjadi sedemikian ketat/keras atau Hyper
Competitive. Analisis Hyper Competitive (persaingan yang super ketat) berasal
dari D’Aveni (Hamdy, 2001), dan merupakan analisis yang menunjukkan bahwa pada
akhirnya setiap negara akan dipaksa memikirkan atau menemukan suatu strategi
yang tepat, agar negara/perusahaan tersebut dapat tetap bertahan pada kondisi
persaingan global yang sangat sulit. Menurut Hamdy, strategi yang tepat adalah
strategi SCA (Sustained Competitive Advantage Strategy) atau strategi yang
berintikan upaya perencanaan dan kegiatan operasional yang terpadu, yang
mengkaitkan 5 lingkungan eksternal dan internal demi pencapaian tujuan jangka
pendek maupun jangka panjang, dengan disertai keberhasilan dalam mempertahankan/meningkatkan
sustainable real income secara efektif dan efisien.
Daya
Saing Indonesia Dalam Perdagangan Internasional
Ada
beberapa hal yang mempengaruhi daya saing dalam perdagangan internasional.
Menurut hasil survey IMD (International Management Development) daya saing
Indonesia dibandingkan 30 negara-negara utama dunia lainnya, dipengaruhi
beberapa hal, antara lain sebagai berikut :
1. Kepercayaan
investor yang rendah (sebagai akibat resiko politik, credit rating yang rendah,
diskriminasi dalam masyarakat, sistim penegakan hukum yang lemah, penanganan
ketenagakerjaan, subsidi yang tinggi, banyak korupsi).
2. Daya
saing bisnis yang rendah yang meliputi kualitas SDM yang masih rendah, hubungan
perburuhan yang selalu bermusuhan (hostile), praktek-praktek bisnis yang tidak
etis dan lemahnya corporate governance.
3. Daya
saing yang rendah (nilai-nilai di masyarakat tidak mendukung daya saing dan
globalisasi, kualitas wiraswasta dan kemampuan marketing yang rendah,
produktivitas menyeluruh yang rendah)
4. Infrastruktur
lemah (pendidikan dan kesehatan yang kurang, perlindungan hak patent dan cipta
lemah, penegakan hukum lingkungan hidup yang lemah, biaya telekomunikasi
internasional yang mahal, anggaran yang mahal, kurangnya alih teknologi, kurang
ahli teknologi informasi).
Daya
saing juga mengindikasikan terjadinya penguatan perekonomian domestik dengan
orientasi dan daya saing global. Secara makro, teori globalisasi ekonomi dapat
diartikan sebagai sebuah teori yang didasarkan atas asumsi perdagangan bebas/pasar
bebas di seluruh dunia, tanpa adanya hambatan baik dalam bentuk tarif atau non
tarif (Wibowo, 2004). Namun secara mikro, globalisasi ekonomi dapat diartikan
sebagai sebuah inisiatif bisnis yang didasarkan atas kepercayaan bahwa dunia
telah menjadi sedemikian homogen, seiring dengan makin mengaburnya perbedaan
nyata antar pasar domestik. Tentang kerja sama regional, Hamdy (2001; 88)
mengemukakan bahwa kerja sama ekonomi dan keuangan, khususnya di bidang
perdagangan internasional, saat ini mengarah pada pembentukan kerja sama guna
mewujudkan integrasi ekonomi dan keuangan secara regional.
Indonesia export, import growth slow down in
February
Wednesday, 15
Mar 2017 | 1:18 AM ET
Indonesia'sexports
and imports expanded at a slower pace in February compared to a month earlier,
as expected in a Reuters poll, data from the statistics bureau showed on
Wednesday.
Shipments from
Southeast Asia's largest economy rose 11.16 percent on an annual basis in
February to $12.57 billion. A Reuters poll had expected a 15.19 percent growth.
Imports rose 10.61
percent in February from the same month a year ago to $11.26 billion. Analysts
in the poll had expected a growth of 13 percent.
Indonesia's trade
surplus for February stood at $1.31 billion, smaller than the revised $1.43
billion the country had in January. The poll had seen a surplus of $1.22
billion.
Analisis
Indonesia
imports and Indonesia exports is experiencing a fairly slow development.
South-east Asian carrier shipments increased by 11.16 percent annually in
february 12.57 million. While yh is expected at 15.19% While imports rose by
10.61% in February while at the same blm last year amounted to 11.26 billion.
Based on the analysis is expected to increase by 13% While the trade surplus of
Indonesia for february 1.31 miliary bln. Smaller than last month 1.43 billion
yen in January.
Referensi
Tambunan Tulus.2004.Glabalisasi dan Perdagangan Intenasional.Bogor:Ghalia
Indonesia.
http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Analisis%20Perdagangan%20Produk%20Alas%20Kaki%20Indonesia-%20China.pdf Minggu,
23 April 2017 20.30
http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/infografis/perkembangan-perdagangan-luar-negeri/infografis-perkembangan-perdagangan-luar-negeri-januari-2017 Minggu, 23 April 2017 19.15
http://www.cnbc.com/2017/03/15/indonesia-export-import-growth-slow-down-in-february.html Senin, 24 April 2017 17:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar